Our Story

Tak terasa Ponyo sudah menemani Akang Teteh 45 tahun lamanya. Sejak tahun 1972 sampai 2017 ini. Banyak Akang Teteh yang penasaran awal mula dan sejarah Rumah Makan Ponyo. Dan lebih lagi, apa yang membuat Ponyo masih bertahan sampai sekarang. Ga usah lama-lama, mimin mulai cerita ya.

Ponyo adalah bahasa Sunda, yang artinya makan enak & lahap. Derajat kata ponyo ini di atas kata pedo, pe’ed, ngeunah, raos, nikmat, dst. Untuk orang sunda sendiri, sayangnya sudah jarang pakai kata ponyo ini dalam keseharian.

Siapa pendirinya? Adalah Pak Dudi Suganda Nandang (alm.) dan Ibu Cinta Suhanah. Pak Dudi sedari kecil memang sangat terlatih berwirausaha, karena keadaan ekonomi yang sulit kala itu, Pak Dudi terbiasa berdagang, mulai dari layangan, gorengan, sampai jadi loper koran.

Ibu Cinta pun tidak jauh berbeda. Beliau sampai harus menjadi asisten rumah tangga untuk memperbaiki keadaan ketika beliau masih kecil hingga remaja. Hikmahnya, beliau jadi jago masak karena terbiasa bekerja di dapur. Sampai akhirnya masing-masing bertemu dan menikah di tahun 1959.

Setelah menikah, Pak Dudi dan Ibu Cinta sempat membuka beberapa usaha. Mulai dari warung nasi kecil di daerah Jl. M. Ramdhan Bandung, buka bengkel motor, hingga membuka usaha keagenan koran. Dari beberapa usaha yang tutup buka itu, usaha keagenan koran lah yang paling bertahan. Sampai pada tahun 1972, usaha keagenan koran pun mengalami kebangkrutan.

Bingung memilih jalan usaha apalagi yang akan dilakukan, Pak Dudi memutuskan untuk kembali mencoba membuka warung nasi. Dipilihlah nama “Ponyo”. Belajar dari kegagalan membuka warung sebelumnya, Pak Dudi tidak ingin mengulang kesalahan yang sama. Beliau berpikir, lokasi warung ini haruslah strategis dan dekat dengan konsumennya. Kebetulan ketika itu, Pak Dudi punya seorang kawan yang memiliki ruang kecil di bawah salah satu gedung perkantoran di Jl. Asia Afrika Bandung. Dari sanalah Ponyo berawal.

Pak Dudi & Ibu Cinta memulai Ponyo di tempat yang sangat sederhana dan ala kadarnya. Tapi masakan Ibu Cinta sangat enak, ayam goreng dan gepuknya kala itu langsung menjadi favorit makan siang karyawan perkantoran di sekitar Asia Afrika.

Beberapa minggu berjalan, Ponyo dengan cepat menjadi perbincangan di tengah masyarakat karena “Ponyo”-nya makan di sana. Sampai saat itu, artis ibukota pada masanya, Ateng, pernah datang ke Warung Ponyo ini.

Beberapa tahun Ponyo buka di Jl. Asia Afrika, karena gedung pun berpindah kepemilikan, akhirnya Pak Dudi harus pindah tempat. Ponyo sempat pindah ke Dago, tutup, lalu buka di Jl. Eykman.

Pada tahun 1979, Pak Dudi memutuskan untuk membuka cabang baru. Dengan tempat milik sendiri. Lokasinya di Jl. Raya Cinunuk No. 186 Cileunyi. Selanjutnya. Di era tahun 80 an. Ponyo semakin dikenal dan diminati masyarakat Jawa Barat. Pak Dudi mampu membuka hingga 16 cabang sampai tahun 90 an. Di tahun 1993, Pak Dudi merasa bahwa bisnis harus memiliki muara kebaikan, terutama bagi masyarakat, juga sebagai ladang ibadah. Maka di tahun tersebut Pak Dudi mendirikan yayasan Al Amanah.

Berawal dari mendirikan TK, tahun berikutnya disusul SD, SMP, sampai Akademi Tata Boga untuk jenjang diploma. Sampai tulisan ini dimuat, terdapat 1200 siswa dan mahasiswa yang mengenyam pendidikan di Al Amanah.

Pak Dudi berpikir bahwa pendidikan adalah ibadah jariyah yang paling jariyah, karena dengan pendidikan kebaikan mampu mengalir tak terbatas. Beliau menyimpulkan bisnis harus menjadi jembatan kebaikan. Bahwa bisnis hanyalah salah satu kendaraan atau alat di dunia yang tidak dibawa mati. Namun kebaikan dan maslahat dari bisnis itulah yang akan dibawa mati.

Lanjut di tahun 1997, terjadi krisis moneter, ketika itu bisnis pun menunjukkan grafik menurun. Syukurlah di awal tahun 2000, Ponyo menambah lini bisnis catering dalam strateginya.

Terutama di Ponyo Cinunuk, dengan luas venue yang cukup representatif dijadikan tempat pernikahan. Masyarakat pun mulai mengenal Ponyo yang bisa dijadikan tempat pernikahan sekaligus menyediakan cateringnya. Hingga sekarang.

Ponyo membentuk khusus divisi Wedding. Ponyo memiliki visi “Dream Wedding Possible“. Bahwa pernikahan impian di Ponyo sangat mungkin. Karena kami memberikan fasilitas yang tidak diberikan gedung/catering lain secara gratis. Kami memberikan gedung/venue untuk pernikahan dan dekorasi standard yang mencakup pelaminan serta area secara cuma-cuma. Namun dengan kualitas yang bukan gratisan. Kenapa bisa? Karena venue milik kami sendiri, bukan sewa, dan kami memiliki properti dekorasi sendiri juga yang tidak perlu diangkut-angkut terlalu jauh. Sehingga bisa menekan biaya.

Ponyo pun memiliki misi untuk memudahkan para pasangan menikah. Sehingga tidak ada alasan terkait finansial lagi yang mampu menghalangi para pemuda untuk menikah

Dari tahun 1972 sampai tahun 2017, maka Ponyo sudah berumur 45 tahun. Mohon doanya semoga Ponyo semakin bermanfaat bagi masyarakat ya Akang Teteh, tentu semakin maju dan juara.